Masyarakat Makin Bingung
BANJARMASIN – Beberapa hari senter terdengar bahanya penggunaan pembalut dan juga pantyliner yang biasanya digunakan kaum hawa untuk kehidupan sehari-hari. Ini setelah, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melakukan pengujian kadar klor pada pembalut dan pantyliner. Hasilnya cukup mengejutkan.
BANJARMASIN – Beberapa hari senter terdengar bahanya penggunaan pembalut dan juga pantyliner yang biasanya digunakan kaum hawa untuk kehidupan sehari-hari. Ini setelah, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melakukan pengujian kadar klor pada pembalut dan pantyliner. Hasilnya cukup mengejutkan.
YLKI menemukan 9 merek pembalut dan 7 merek pentyliner semua mengandung klorin dengan rentang 5 s/d 55 ppm. Klor pada pembalut dan pantyliner ini sendiri menurut YLKI dapat menimbulkan gangguan kesehatan reproduksi, seperti keputihan, gatal gatal, iritasi, bahkan bisa menyebabkan kanker.
Setelah dirilis YLKI ke publik mengenai bahayanya penggunaan pembalut dan pantyliner tersebut. Kemenkes kemudian angkat bicara. Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maura Linda Sitanggang menyatakan pihaknya belum pernah menemukan pembalut dan pantyliner yang mengandung zat berbahaya di pasaran.
Praktis masyarakat pun dibikin bingung. Mereka selaku konsumen yang ingin merasakan nyaman menggunakan produk menjadi resah. Ironisnya lagi, dua pihak yang tengah berselisih di pusat tersebut antara YLKI dan Kemenkes punya argumen masing-masing.
“Jadi yang benar yang mana. Berbahaya atau tidak. Kita selaku konsumen jadi bingung,” ucap salah seorang ibu rumah tangga di Banjarmasin, Fitri.
Menyikapi kebingunan masyarakat ini, Ketua Umum YLK Kalsel MN Hasby Mahbara SH didampingi Ketua II Anwar mengungkapkan, kasus ini seperti beras plastik kemarin. Lagi-lagi ungkapnya masyarakat dibuat bingung.
Memang ungkap Hasby di Kalsel, belum ada pengaduan mengenai produk pembalut dan pantyliner yang biasanya digunakan kaum hawa tersebut. Namun setelah mendapatkan informasi dari sejumlah media, kaum di Kalsel pun kemudian resah.
“Kami hanya menyarankan kepada kawan-kawan di pusat baik itu YLK, Kemenkes, maupun instansi terkait. Duduk satu meja lah. Kalau seperti ini masyarakat yang menjadi korban,” tandasnya.
Sebenarnya ungkap Hasby, YLKI Jakarta sendiri sudah menginformasikan temuan klor tersebut kepada Kemenkes jauh sebelum diumumkan kepada publik. Sayangnya ungkap Hasby, hasil penelitian tersebut tak kunjung direspon. “Seharusnya pemerintah yang lebih dulu melakukan penelitian. Di Kalsel pun sama, pemerintah kami nilai lamban. Alasannya biasanya soal anggaran, karena ada penjadwalan,” tandasnya.
Ditambahkan Anwar, klorin jika berupa gas memang berbahaya, karena sifatnya aktif. Jika digabungkan dengan senyawa lainnya, misalnya dengan natrium itu akan menjadi garam. Kemudian juga jika klorin bercampur air akan menjadi Hcl. Namun klorin mempunyai sifat yang tidak bersahabat seperti menimbulkan iritasi pada kulit. Jika masuk ke dalam tubuh, bisa mulai dan muntah, pusing.“Namun jika berlebihan bisa menyebabkan kanker,” ucapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, YLKI melakukan penelitian dengan mengambil
sampel hingga pengujian dilakukan Januari – Maret 2015. Pembelian sampel dilakukan di ritel modern dan pengujian dilakukan dengan menggunakan metode Spektrofotometri, dari hasil pengujian YLKI 9 merek pembalut dan 7 merek pentyliner semua mengandung klorin dengan rentang 5 s/d 55 ppm.
Kandungan klor yang paling tinggi (54.73 ppm) pada merek Charm dan pada pantyliner kandungan klor tertinggi pada merek V Class (14,68 ppm), sedangkan kandungan terendah pada pembalut Softness standard Jumbo Pac (6.05 ppm) dan pantyliner Laurier Active Fit (5.87 ppm).
Tidak hanya uji lab, YLKI juga menganalisa label produk pembalut dan pantyliner, data menunjukan sebagian besar (52%) produk tidak mencantumkan komposisi pada kemasan produk dan sebagian besar (57%) produk tidak mencantumkan tanggal daluarsa dan dari hasil pengujian serta analisa label bahwa pembalut dan pantyliner yang berasal dari kertas memiliki kadar klorin lebih tinggi dibandingkan yang berasal dari kapas.
Seperti yang dijelaskan diatas Klor pada pembalut dan pantyliner dapat menimbulkan gangguan kesehatan reproduksi, seperti keputihan, gatal gatal, iritasi, bahkan bisa menyebabkan kanker.
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen no.8 tahun 1999, pasal 4, hak yang mendasar bagi konsumen adalah hak atas keamanan produk, hak atas informasi, hak untuk memilih, hak didengar pendapat & keluhannya, hak atas advokasi, pembinaan dan pendidikan, serta hak untuk mendapatkan ganti rugi. Bisa dikatakan bahwa pembalut maupun pentyliner yang mengandung klorin melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Untuk melindungi konsumen dari efek klorin pada pembalut yang dapat menyebabkan keputihan, gatal-gatal dan juga iritasi, sehingga perlu adanya regulasi secara lebih khusus mengingat belum adanya SNI terkait kandungan klorin pada pembalut maupun pentyliner.
Menteri Kesehatan Nila Moeloek menegaskan, kadar klorin pada pembalut wanita yang ditemukan YLKI, yaitu 5-55 ppm (part per million), masih dalam ambang batas aman. Hal itu juga diamini Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes, dra Maura Linda Sitanggang.
“Ambang batas untuk klorin itu tidak dicantumkan di persyaratan internasional juga termasuk ISO. Jadi itu (produk pembalut) memenuhi syarat dengan ambang batas lemah,” tutur Linda, seperti dilansir dari detikcom.
Dijelaskan Linda, sebelum beredar di pasaran, produk pembalut wanita terlebih dahulu harus melalui serangkain tes dan uji coba. Sebelum pendaftaran, produk tersebut di tes daya serap dan fluoresensinya.
Ketika sudah beredar pun sampling secara random masih dilakukan oleh Kemenkes. Sehingga jikapun ditemukan kandungan berbahaya dalam suatu produk, otomatis produk tersebut harus segera ditarik dari peredaran.
Linda menuturkan, masyarakat tidak perlu resah dengan adanya penelitian mengenai kadar klorin pada pembalut wanita. Menurutnya, semua pembalut yang telah mendapatkan izin edar, tentunya aman digunakan oleh masyarakat. (Radar Banjarmasin
Setelah dirilis YLKI ke publik mengenai bahayanya penggunaan pembalut dan pantyliner tersebut. Kemenkes kemudian angkat bicara. Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maura Linda Sitanggang menyatakan pihaknya belum pernah menemukan pembalut dan pantyliner yang mengandung zat berbahaya di pasaran.
Praktis masyarakat pun dibikin bingung. Mereka selaku konsumen yang ingin merasakan nyaman menggunakan produk menjadi resah. Ironisnya lagi, dua pihak yang tengah berselisih di pusat tersebut antara YLKI dan Kemenkes punya argumen masing-masing.
“Jadi yang benar yang mana. Berbahaya atau tidak. Kita selaku konsumen jadi bingung,” ucap salah seorang ibu rumah tangga di Banjarmasin, Fitri.
Menyikapi kebingunan masyarakat ini, Ketua Umum YLK Kalsel MN Hasby Mahbara SH didampingi Ketua II Anwar mengungkapkan, kasus ini seperti beras plastik kemarin. Lagi-lagi ungkapnya masyarakat dibuat bingung.
Memang ungkap Hasby di Kalsel, belum ada pengaduan mengenai produk pembalut dan pantyliner yang biasanya digunakan kaum hawa tersebut. Namun setelah mendapatkan informasi dari sejumlah media, kaum di Kalsel pun kemudian resah.
“Kami hanya menyarankan kepada kawan-kawan di pusat baik itu YLK, Kemenkes, maupun instansi terkait. Duduk satu meja lah. Kalau seperti ini masyarakat yang menjadi korban,” tandasnya.
Sebenarnya ungkap Hasby, YLKI Jakarta sendiri sudah menginformasikan temuan klor tersebut kepada Kemenkes jauh sebelum diumumkan kepada publik. Sayangnya ungkap Hasby, hasil penelitian tersebut tak kunjung direspon. “Seharusnya pemerintah yang lebih dulu melakukan penelitian. Di Kalsel pun sama, pemerintah kami nilai lamban. Alasannya biasanya soal anggaran, karena ada penjadwalan,” tandasnya.
Ditambahkan Anwar, klorin jika berupa gas memang berbahaya, karena sifatnya aktif. Jika digabungkan dengan senyawa lainnya, misalnya dengan natrium itu akan menjadi garam. Kemudian juga jika klorin bercampur air akan menjadi Hcl. Namun klorin mempunyai sifat yang tidak bersahabat seperti menimbulkan iritasi pada kulit. Jika masuk ke dalam tubuh, bisa mulai dan muntah, pusing.“Namun jika berlebihan bisa menyebabkan kanker,” ucapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, YLKI melakukan penelitian dengan mengambil
sampel hingga pengujian dilakukan Januari – Maret 2015. Pembelian sampel dilakukan di ritel modern dan pengujian dilakukan dengan menggunakan metode Spektrofotometri, dari hasil pengujian YLKI 9 merek pembalut dan 7 merek pentyliner semua mengandung klorin dengan rentang 5 s/d 55 ppm.
Kandungan klor yang paling tinggi (54.73 ppm) pada merek Charm dan pada pantyliner kandungan klor tertinggi pada merek V Class (14,68 ppm), sedangkan kandungan terendah pada pembalut Softness standard Jumbo Pac (6.05 ppm) dan pantyliner Laurier Active Fit (5.87 ppm).
Tidak hanya uji lab, YLKI juga menganalisa label produk pembalut dan pantyliner, data menunjukan sebagian besar (52%) produk tidak mencantumkan komposisi pada kemasan produk dan sebagian besar (57%) produk tidak mencantumkan tanggal daluarsa dan dari hasil pengujian serta analisa label bahwa pembalut dan pantyliner yang berasal dari kertas memiliki kadar klorin lebih tinggi dibandingkan yang berasal dari kapas.
Seperti yang dijelaskan diatas Klor pada pembalut dan pantyliner dapat menimbulkan gangguan kesehatan reproduksi, seperti keputihan, gatal gatal, iritasi, bahkan bisa menyebabkan kanker.
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen no.8 tahun 1999, pasal 4, hak yang mendasar bagi konsumen adalah hak atas keamanan produk, hak atas informasi, hak untuk memilih, hak didengar pendapat & keluhannya, hak atas advokasi, pembinaan dan pendidikan, serta hak untuk mendapatkan ganti rugi. Bisa dikatakan bahwa pembalut maupun pentyliner yang mengandung klorin melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Untuk melindungi konsumen dari efek klorin pada pembalut yang dapat menyebabkan keputihan, gatal-gatal dan juga iritasi, sehingga perlu adanya regulasi secara lebih khusus mengingat belum adanya SNI terkait kandungan klorin pada pembalut maupun pentyliner.
Menteri Kesehatan Nila Moeloek menegaskan, kadar klorin pada pembalut wanita yang ditemukan YLKI, yaitu 5-55 ppm (part per million), masih dalam ambang batas aman. Hal itu juga diamini Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes, dra Maura Linda Sitanggang.
“Ambang batas untuk klorin itu tidak dicantumkan di persyaratan internasional juga termasuk ISO. Jadi itu (produk pembalut) memenuhi syarat dengan ambang batas lemah,” tutur Linda, seperti dilansir dari detikcom.
Dijelaskan Linda, sebelum beredar di pasaran, produk pembalut wanita terlebih dahulu harus melalui serangkain tes dan uji coba. Sebelum pendaftaran, produk tersebut di tes daya serap dan fluoresensinya.
Ketika sudah beredar pun sampling secara random masih dilakukan oleh Kemenkes. Sehingga jikapun ditemukan kandungan berbahaya dalam suatu produk, otomatis produk tersebut harus segera ditarik dari peredaran.
Linda menuturkan, masyarakat tidak perlu resah dengan adanya penelitian mengenai kadar klorin pada pembalut wanita. Menurutnya, semua pembalut yang telah mendapatkan izin edar, tentunya aman digunakan oleh masyarakat. (Radar Banjarmasin
0 comments:
Post a Comment