Hj Ida, Pemeran Iklan RCTI Oke Versi Pasar Terapung
Masih ingatkan Anda
dengan acil RCTI oke? Ya, acil yang melayangkan jempolnya di Pasar Terapung
Kuin Alalak Selatan. Kini ia seorang nenek berusia 62 tahun. Kendati usianya
yang terbilang tua, namun semangatnya masih muda!
RAHMAT HIDAYATULLAH, Banjarmasin
TIDAK sulit menemukan
rumah Hajjah Ida. Keartisannya di Alalak Sekatan Banjarmasin mungkin tidak
terlupakan oleh warga sekitar. Asal bertanya, dimana rumah nenek RCTI Oke?
Warga langsung menunjukan lokasinya. “Oh Hajjah Ida, rumahnya di RT 4, depan
Pasar Ferry,” ucap warga Alalak Utara. Penulis kembali bertanya kepada sejumlah
warga di Alalak Tengah. “Oh itu rumahnya sebelum BPK Alalak Selatan. Rumahnya
warna hijau, halamannya luas di pinggir sungai,” jawabnya.
Seperti yang
diungkapkan warga, tidak sulit menemukan rumah berarsitektur kayu itu. Halamannya
luas. Bisa parkir tiga buah mobil. Namun turunan. Tinggi aspal dari halamannya
rumah sekitar 25 sentimeter. Kala itu Hj Ida tampak santai duduk di kursi tua
depan rumahnya.
“Ini nenek RCTI Oke?”
tanya penulis. “Iya, siapa ya?,” balas
Hj Ida, mengajak penulis masuk ke dalam rumahnya.
Di dalam rumah tampak
ribut. Ternyata banyak cucuk Hj Ida bermain dengan rekan-rekannya. Mereka main
pedang-pedangan. Sesekali Nenek Ida teriak menegur cucunya. Iya memang punya
banyak cucu. Wajar saja, karena 1994 lalu ia sudah punya delapan orang anak.
Kala itu usianya sekitar 50an tahun. Saat itulah awal mula kisah Hj Ida laiknya
artis papan atas di kancah nasional.
Jukung dan kayuh
sudah menjadi sahabat dekat Hj Ida sejak usianya belasan tahun. Suaminya adalah
H Bahrul Karim (83). Hj Ida menikah ketika berusia 18 tahun. “Makanya racap
kalo (banyak anak kan, red),” ucapnya.
Suaminya H Bahrul,
merupakan pengusaha kayu. Dapat kayu di Barito, kemudian jual di Banjarmasin.
Dari usaha inilah mereka bisa berangkat haji. Kebanyakan orang mengira, gelar
haji Nenek Ida didapatkan setelah ia menjadi artis iklan di RCTI. Padahal
ungkapnya, gelar hajinya itu didapat sebelum tahun 1994.
Kala itu, syuting pun
dimulai. Awalnya Hj Ida pun kaget kenapa ia dipilih. Mungkin menurut Hj Ida,
sebelumnya tim kreatif sudah melihat kebiasaannya yang pagi-pagi mengayuh
berjualan di Pasar Terapung Kuin. “Meangkat jempol itu sampai belasan kali.
Kalau tidak salah sampai 15 kali. Itu saja mau diulang lagi. Ku bilang sudah muyak
ampih (bosan, red),” pungkasnya.
Hasil dari syuting
itu ia mendapatkan Rp40 ribu di masa itu. Ia pun langsung membelikan satu
sarung dan sejadah untuk kenang-kenangan hasil shooting iklan. “Sampai sekarang
rasanya masih ada,” tandasnya.
Sejak saat itu,
tayangan iklan terus tampil di layar kaca sebelum program televisi dimulai.
Tentu ada rasa bangga ketika dirinya muncul di televisi. Bahkan sampai tahun
2002. Bertahun-tahun berlalu, kemudian ada wartawan media massa datang ke
rumahnya. Ia kemudian meliput keseharian Hj Ida saat ini. Hingga akhirnya
berita itu menyebar ke kancah nasional. Hj Ida kemudian dipanggil untuk
mendapatkan penghargaan dari televisi nasional tersebut.
Berikut isi
penghargaannya. “Tanda Kasih untuk Hj
Ida. Sambutan baik, Dukungan Tiada henti, Sumbangsih tanpa Pamrih, Semua kami
ingat, Tumbuh kembang bersama, Bahu membahu membesarkan nama, menggoreskan
tinta emas bagi bangsa dan negara, Tetap melekat hingga kini, Perjalanan waktu
membawa kami berpacu, Bukan berpaling bukan berlalu, Pada saatnya, pasti
kembali bersatu, Percayalah, Jalinan kasih ini senantiasa di ingat, Kenangan
itu, terlalu indah untuk dilupakan, malam ini, malam penuh kehangatan,
terimalah penghargaan setinggi-tingginya dari kami,......, Terimakasih telah
menjadi bagian dari RCTI, Jakarta 2 Mei 2002”
Penghargaan itu ia
pajang di ruang tamu. Kala itu ia juga mendapatkan uang tunai Rp14 juta. Uang
ini digunakannya untuk membelikan sepeda motor untuk anak bungsunya. “Dari
Alalak ke Mulawarman pakai sepeda saja. Makanya saya belikan sepeda motor,”
ucapnya.
Diakui Hj Ida,
setelah momen emas itu ia pun punya banyak kenalan. Bahkan ia punya kenalan
artis-artis seperti Agnes Monica dan lainnya di Jakarta. Pernah pula berfoto
bersama. Namun masa-masa keemasan itu pun sempat memudar. Ia kehilangan koneksi
ketika Hj Ida merasa benar-benar butuh bantuan. Hj Ida mengaku sempat minta
tolong kepada kenalannya di Jakarta untuk menguliahkan anaknya ke perguruan
tinggi.
“Sempat waktu itu
nekat ke Jakarta sendirian. Minta kejelasannya saja. Ternyata bertemu dengan
pak Eko, pengusaha di sana. Alhamdulillah akhirnya anak saya bisa kuliah.
Sekarang tidak ada lagi nelepon. Karena nomernya hilang, hapenya hilang. Ingin
sekali mengucapkan terimakasih kepada pak Eko,” tandasnya.
Saat ini, anak yang
diperjuangkannya itu menjadi Kepala Bagian Keuangan di sebuah perusahaan
Banjarmasin. Memang ungkapnya, delapan anak yang ia lahirkan, semuanya
cerdas-cerdas. Di kelas biasanya mendapatkan rangking I, II dan III. Saat ini
semuanya masih hidup. Satu orang yang masih belum bekeluarga. Namun yang kini
tinggal serumah dengan Hj Ida, adalah Rahmi.
“Inginnya bisa tetap
bersama. Sunyi kalau ditinggal seberataan,” ujarnya.
Hj Ida pun mengaku
sudah “pensiun” berjualan di Pasar Terapung Kuin. Ia berhenti berjualan di
Pasar Terapung sudah lima tahun. Hj Ida memilih berjualan di pendopo kecil
depan rumahnya. Ia menjual nasi kuning, lontong dan makanan lainnya. Ada pula
kue tradisional yang dititipkan untuk dijual. Adanya usaha ini paling tidak
bisa mencukupi kebutuhan hidupnya secara mandiri.
“Nah kalau Ramadhan
ini libur sebulanan. Kalau pas kada puasaan, jualaan aja. Jam setengah empat
sudah bangun, memasak nasi, beharaguan,” ujarnya.
Diakui Hj Ida, dalam
kurun waktu lima tahun terakhir ini, Pasar Terapung Kuin makin sepi. Setiap
pagi ungkapnya memang ada saja yang berjualan. Masih ada pula wisatawan yang
datang ke Pasar Terapung. Namun tidak seramai dulu.
“Sekarang sunyi. Dulu
betetukar di banyu, sekarang di pinggir jalan seperti ini. Dulu di batang sudah
rami urang bejagaan, sekarang kada rami lagi,” ucapnya.
Penerusnya pun tak
ada. Semua anak-anaknya sudah mandiri. Ada yang PNS dan kantoran swasta. Menurutnya,
sangat sulit mencari penerus yang mau banting tulang berjualan di Pasar
Terapung. “Bisa kada sanggup meneruskan,” tandasnya. Ia pun berharap, agar
Pasar Terapung Kuin ini dibenahi oleh pemerintah daerah. “Siapakah nanti
gubernurnya lah. Mudahan bisa membenahi pasar terapung,” ucapnya. (*)
Test
ReplyDelete