Pengusaha Tambang Makin “Tercekik”


BANJARMASIN – Lesunya bisnis batubara di Kalimantan Selatan (Kalsel) tak dapat dipungkiri. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan terjadinya penurunan ekspor di sejumlah negara tujuan utama komoditi batubara.
Tiga besar negara tujuan utama ekspor yang melalui pelabuhan di Kalimantan Selatan pada bulan April 2015 tadi yakni India, Tiongkok dan Jepang. Nilai ekspor tertinggi April 2015 dengan tujuan India sebesar US$140,25 juta atau turun 11,00 persen dibanding ekspor bulan Maret 2015 yang mencapai US$157,59 juta dengan komoditi utama batubara. 
Sementara di tempat kedua adalah ekspor ke Tiongkok sebesar US$139,30 juta, pada bulan April tadi terjadi penurunan  sebesar 21,15 persen.  Kontribusi negara ini pada bulan April  2015 mencapai 24,83 persen lebih kecil dibanding kontribusi bulan Maret sebesar 25,33 persen terhadap total nilai ekspor Kalimantan Selatan.
Posisi ketiga adalah ekspor ke Jepang dengan nilai sebesar US$61,15 juta atau turun 26,15 persen dibandingkan dengan nilai ekspor Maret 2015. Dari sejumlah data tadi menyebutkan, terjadinya penurunan signifikan usaha batubara di Kalsel.
Lesunya usaha batu bara ini tidak ditampaik salah satu pengusaha tambang di Kalsel. Hal ini ungkapnya diperparah dengan adanya pengeluaran “ekstra” yang tidak bisa ditawar-tawar. “Sudah lesu, setoran tetap jalan. Nggak ngerti-ngerti aja kawan-kawan kita itu,” ucapnya kepada Radar Banjarmasin yang tidak mau dikorankan namanya.
Pungutan Liar (Pungli) yang ia maksud ini praktis membuat pengusaha tambang batubara makin “tercekik”. Wajar ungkapnya jika ada yang mengatakan sudah ada pengusaha tambang yang merumahkan bahkan mem-PHK-kan karyawannya. Terutama perusahaan-perusahaan tambang kecil yang tidak jelas perizinannya.
Perusahaan tambang kecil ungkapnya, kontrak tidak terlalu lama. Mereka juga terjerat dengan pinjaman alat berat. Berbeda dengan perusahaan besar yang masih bisa bertahan sampai saat ini. Namun ungkapnya itu pun juga sedang dalam kondisi kritis. “Leasing alat-alat berat itu bayarnya gimana kalau operasional saja tidak tertutupi,” pungkasnya.
Pengamat Ekonomi Uniska Banjarmasin Prof Dr H M Ma'ruf Abdullah SH MM Msi mengungkapkan, saat ini pengusaha batubara di Kalsel tengah dilanda permasalahan serius karena lesunya bisnis batubara. Hal ini ditambah dengan pengeluaran “ekstra” bagi perusahaan tambang.
Diduga kuat ungkap Prof Ma’ruf pengusaha tambang terpaksa mengejar keuntungan dengan mengeksplorasi besar-besaran batubara di Kalsel. Walaupun sebenarnya, kualitas atau kader kalori batubara tersebut rendah.
“Alasannya tadi, karena dipaksa mengejar keuntungan lebih agar bisa mengeluarkan pengeluaran ekstra,” tandasnya.
Ditambahkan Dosen Pertambangan ATPN Banjarbaru Ir Syamsuri, tidak bisa ditampik adanya Pungli untuk usaha batubara di Kalsel. Pungli di sini kata Syamsuri berbeda dengan royalti jual produksi ataupun pajak. “Bedakan antara Pungli dan royalti. Kalau Pungli jelas ilegal,” tandasnya.
Pengeluaran “ekstra” alias upeti ini ungkap Syamsuri biasanya berlaku di perusahaan tambang kecil. Pasalnya kata dia, pengusaha tambang kecil terkadang tidak mau terlibat dengan lingkaran birokrasi yang ribet. Berbeda dengan perusahaan tambang besar yang kuat regulasinya.
“Kalau perusahaan tambang kecil, mungkin benar. Tapi kalau perusahaan besar, biasanya mereka pikir-pikir untuk mengeluarkan anggaran. Karena ada yang namanya rancangan anggaran,” tandasnya yang juga Anggota DPRD Banjarbaru tersebut.
Seperti yang disebutkan di sejumlah media ungkap Syamsuri, lesunya batubara di Kalsel lantaran kurangnya ekspor ke sejumlah negara tujuan komoditi batubara. Misalnya saja negara Cina. Negara ini mulai mengurangi impornya karena sudah memproduksi sendiri. Kemudian juga di Eropa, banyak energi terbarukan yang saat ini dimaksimalkan.
Ketika dikonfirmasi, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kalsel Kustono Widodo tidak menampik lesunya usaha batubara saat ini. Namun ia tidak mengetahui adanya upeti ataupun Pungli yang saat ini dikeluhkan pengusaha tambang. Pasalnya selama ini kewenangan izin pertambangan berada di kabupaten/kota.
Namun, sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kini izin pertambangan tidak lagi diterbitkan pemerintah kabupaten/kota tetapi dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi.

“Nah Memang undang-undangnya baru, tapi Pengadaan Sarana dan Prasarana serta Dokumen (P3D) di kabupaten/kota belum diserahkan ke kita,” tandasnya. (mat)
Share on Google Plus

About Unknown

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment