BANJARBARU - Kasus perceraian di Kota Banjarbaru ternyata cukup banyak. Data perkara yang ditangani Pengadilan Agama Kota Banjarbaru menyebut, selama 2014 ada 488 perkara perceraian yang ditangani.
Panitera Sekretaris Pengadilan Agama Kota Banjarbaru Ahmad Murtadha
mengakui, perkara perceraian yang ditangani dari tahun ke tahun memang
selalu meningkat. Pada 2013 misalnya angka perkara hanya 400-an, namun
pada 2014 hampir menembus 500 perkara.
Diterangkan Murtadha, perkara perceraian dibagi menjadi dua kelompok. Pertama adalah cerai talak yakni cerai yang diajukan oleh suami kepada istri. Kedua adalah cerai gugat yang diajukan oleh istri kepada suami.
"Dari dua kelompok ini, yang paling banyak cerai gugat. Artinya lebih banyak istri yang meminta cerai daripada suami," terangnya.
Data Pengadilan Agama Kota Banjarbaru menyebut, selama 2014 ada 596 perkara yang ditangani. Dari jumlah tersebut, paling banyak adalah perkara cerai gugat berjumlah 372 perkara. Terbanyak kedua adalah cerai talak berjumlah 116 perkara sisanya antara lain perkara istbat nikah, penetapan ahli waris, dan izin poligami.
Dari data tersebut terlihat cerai gugat mendominasi. Namun Murtadha menjelaskan hal itu bukan berarti pihak istri yang dominan meminta cerai. Jika dilihat lebih dalam, UU Perkawinan memang memberikan peluang lebih besar kepada istri untuk mengajukan cerai.
"Dalam tali talak sesuai UU perkawinan, banyak aturan untuk melindungi perempuan seperti kalau ditinggalkan 2 tahun oleh suami, disakiti fisik dan lainnya maka istri berhak mengajukan cerai gugat," paparnya.
Kawin Muda Jadi Kambing Hitam Perceraian
Pernikahan dini atau dibawah usia yang ditentukan ternyata menjadi salah satu faktor utama terjadinya perceraian di Kota Banjarbaru. Karena nikah terlalu muda, pasangan cenderung masih labil secara emosi sehingga sering terjadi perselisihan dan perbedaan pendapat. Di sisi lain, karena nikah terlalu muda, para remaja ini jarang yang bisa menyelesaikan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
"Faktor pendidikan dan karena kawin muda menurut analisis sementara jadi faktor utama kenapa banyak perceraian di Banjarbaru," kata Sekretaris Panitera Pengadilan Agama Kota Banjarbaru Ahmad Murtadha kepada Radar Banjarmasin.
Mengenai faktor pendidikan, Murtadha menjelaskan selama ini kasus perceraian yang disidangkan mayoritas baik suami maupun istri adalah masyarakat dengan pendidikan rendah. Mereka yang bercerai kebanyakan hanya lulusan SMA bahkan lebih rendah dari itu.
"Sebenarnya tidak menjamin yang pendidikannya tinggi tidak bercerai, tapi kebanyakan yang bercerai memang yang pendidikannya rendah," cetusnya.
Selain itu, dari sisi usia saat menikah, Murtadha juga menyebut nikah terlalu dini berpengaruh terhadap ketahanan rumah tangga. Suami yang masih terlalu muda usianya cenderung masih labil secara fisik dan mental. Alhasil ketika terjadi masalah, suami kerap menggunakan kekerasan fisik kepada istri.
Di sisi lain, istri yang juga terlalu muda saat menikah juga belum bisa menjadi istri yang melayani suami dengan maksimal. Beban istri apalagi kalau sudah memiliki anak akan lebih berat padahal usianya masih remaja.
"Tidak salah juga UU Perkawinan yang mensyaratkan umur minimal menikah bagi laki-laki dan perempuan," paparnya.
Pemicu lain dari banyaknya perkara perceraian adalah hadirnya pihak ketiga. Pihak ketiga bisa seseorang yang menjadi simpanan suami atau istri bisa juga diartikan orang selain suami istri yang terlalu mencampuri urusan internal rumah tangga.
"Biasanya orang ketiga membuat suami meninggalkan istri tanpa menafkahi, ini yang paling banyak terjadi," imbuhnya.
Peran Pengadilan Agama Kota Banjarbaru sendiri tidak hanya memutuskan cerai. Cerai di pengadilan adalah pintu terakhir. Pengadilan akan terlebih dahulu mengupayakan mediasi dan perdamaian antara kedua belah pihak.
Terpisah Kasubbid Bina Ketahanan Remaja BKKBN Kalsel Muhammad Ardani mengakui, nikah muda menjadi salah satu pemicu terjadinya perceraian. Dampak lain nikah muda adalah berisiko putus pendidikan dan mengalami tekanan psikologis serta mental.
BKKBN sendiri dalam beberapa tahun terakhir dihadapkan dengan data yang mencengangkan. Berdasarkan Data SDKI 2012 menunjukkan bahwa Usian Kawin Pertama perempuan rata-rata di kabupaten dan kota di Kalsel termasuk Banjarbaru adalah 19 tahun.
“Bahkan untuk Kabupaten Kotabaru, Usia kawin pertama (UKP) perempuan turun dari 19 menjadi 18 tahun, sedangkan Provinsi lainnya rata-rata 20 tahun,” paparnya.
Data tersebut menurut Ardani memperkuat data Riskesdas Tahun 2010 bahwa Kalsle peringkat pertama usia pernikahan dini. Usia ideal menikah yang ditentukan pemerintah dalam hal ini BKKBN adalah 25 tahun bagi laki-laki dan 21 tahun bagi perempuan. (Radar Banjarmasin)
Diterangkan Murtadha, perkara perceraian dibagi menjadi dua kelompok. Pertama adalah cerai talak yakni cerai yang diajukan oleh suami kepada istri. Kedua adalah cerai gugat yang diajukan oleh istri kepada suami.
"Dari dua kelompok ini, yang paling banyak cerai gugat. Artinya lebih banyak istri yang meminta cerai daripada suami," terangnya.
Data Pengadilan Agama Kota Banjarbaru menyebut, selama 2014 ada 596 perkara yang ditangani. Dari jumlah tersebut, paling banyak adalah perkara cerai gugat berjumlah 372 perkara. Terbanyak kedua adalah cerai talak berjumlah 116 perkara sisanya antara lain perkara istbat nikah, penetapan ahli waris, dan izin poligami.
Dari data tersebut terlihat cerai gugat mendominasi. Namun Murtadha menjelaskan hal itu bukan berarti pihak istri yang dominan meminta cerai. Jika dilihat lebih dalam, UU Perkawinan memang memberikan peluang lebih besar kepada istri untuk mengajukan cerai.
"Dalam tali talak sesuai UU perkawinan, banyak aturan untuk melindungi perempuan seperti kalau ditinggalkan 2 tahun oleh suami, disakiti fisik dan lainnya maka istri berhak mengajukan cerai gugat," paparnya.
Kawin Muda Jadi Kambing Hitam Perceraian
Pernikahan dini atau dibawah usia yang ditentukan ternyata menjadi salah satu faktor utama terjadinya perceraian di Kota Banjarbaru. Karena nikah terlalu muda, pasangan cenderung masih labil secara emosi sehingga sering terjadi perselisihan dan perbedaan pendapat. Di sisi lain, karena nikah terlalu muda, para remaja ini jarang yang bisa menyelesaikan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
"Faktor pendidikan dan karena kawin muda menurut analisis sementara jadi faktor utama kenapa banyak perceraian di Banjarbaru," kata Sekretaris Panitera Pengadilan Agama Kota Banjarbaru Ahmad Murtadha kepada Radar Banjarmasin.
Mengenai faktor pendidikan, Murtadha menjelaskan selama ini kasus perceraian yang disidangkan mayoritas baik suami maupun istri adalah masyarakat dengan pendidikan rendah. Mereka yang bercerai kebanyakan hanya lulusan SMA bahkan lebih rendah dari itu.
"Sebenarnya tidak menjamin yang pendidikannya tinggi tidak bercerai, tapi kebanyakan yang bercerai memang yang pendidikannya rendah," cetusnya.
Selain itu, dari sisi usia saat menikah, Murtadha juga menyebut nikah terlalu dini berpengaruh terhadap ketahanan rumah tangga. Suami yang masih terlalu muda usianya cenderung masih labil secara fisik dan mental. Alhasil ketika terjadi masalah, suami kerap menggunakan kekerasan fisik kepada istri.
Di sisi lain, istri yang juga terlalu muda saat menikah juga belum bisa menjadi istri yang melayani suami dengan maksimal. Beban istri apalagi kalau sudah memiliki anak akan lebih berat padahal usianya masih remaja.
"Tidak salah juga UU Perkawinan yang mensyaratkan umur minimal menikah bagi laki-laki dan perempuan," paparnya.
Pemicu lain dari banyaknya perkara perceraian adalah hadirnya pihak ketiga. Pihak ketiga bisa seseorang yang menjadi simpanan suami atau istri bisa juga diartikan orang selain suami istri yang terlalu mencampuri urusan internal rumah tangga.
"Biasanya orang ketiga membuat suami meninggalkan istri tanpa menafkahi, ini yang paling banyak terjadi," imbuhnya.
Peran Pengadilan Agama Kota Banjarbaru sendiri tidak hanya memutuskan cerai. Cerai di pengadilan adalah pintu terakhir. Pengadilan akan terlebih dahulu mengupayakan mediasi dan perdamaian antara kedua belah pihak.
Terpisah Kasubbid Bina Ketahanan Remaja BKKBN Kalsel Muhammad Ardani mengakui, nikah muda menjadi salah satu pemicu terjadinya perceraian. Dampak lain nikah muda adalah berisiko putus pendidikan dan mengalami tekanan psikologis serta mental.
BKKBN sendiri dalam beberapa tahun terakhir dihadapkan dengan data yang mencengangkan. Berdasarkan Data SDKI 2012 menunjukkan bahwa Usian Kawin Pertama perempuan rata-rata di kabupaten dan kota di Kalsel termasuk Banjarbaru adalah 19 tahun.
“Bahkan untuk Kabupaten Kotabaru, Usia kawin pertama (UKP) perempuan turun dari 19 menjadi 18 tahun, sedangkan Provinsi lainnya rata-rata 20 tahun,” paparnya.
Data tersebut menurut Ardani memperkuat data Riskesdas Tahun 2010 bahwa Kalsle peringkat pertama usia pernikahan dini. Usia ideal menikah yang ditentukan pemerintah dalam hal ini BKKBN adalah 25 tahun bagi laki-laki dan 21 tahun bagi perempuan. (Radar Banjarmasin)
0 comments:
Post a Comment